Sabtu, 14 Februari 2009
Cerita Masakan - Empal Daging Sapi
Sop Empal, Kelezatan Tiga Generasi
Empal daging barangkali hanyalah salah satu dari berbagai lauk lain sebagai "teman" menyantap sop, tetapi di rumah makan Warung Sop Empal, hidangan sop empal terasa gurih dan lembut di lidah.
Di Warung Sop Empal di Jalan Veteran, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ini empal daging sapinya sangat berbeda dibandingkan dengan empal di banyak tempat lain karena amat empuk.
Ny Haryoko mengatakan, pembuatan empal di warung makannya tidak berbeda dengan proses memasak empal yang sudah dikenal masyarakat luas. Secara umum, bumbu-bumbu yang dipakai pun sama, yaitu terdiri dari bawang merah, bawang putih, dan gula merah.
Kendatipun demikian, cita rasa sedap dari hidangan ini tidak hanya sekadar di dapat dari mencampur bumbu. Untuk memasak empal dibutuhkan waktu cukup lama.
"Sebelum disajikan, empal harus dimasak selama satu hari sebelumnya," ujar Ny Haryoko yang memiliki nama kecil Riati ini beberapa waktu lalu.
Daging empal biasanya mulai direbus mulai pukul 10.00. Setelah satu hingga dua jam, sebagian kuah disisihkan untuk membuat sop. Sementara itu, daging pun terus dimasak bersama bumbu-bumbunya hingga pukul 17.00.
Berikutnya, dengan nyala api yang dikecilkan, empal terus dihangatkan hingga akan dimasak keesokan harinya. Selain itu, resep kelezatan empal ini juga terletak pada peralatan memasak yang dipakai.
"Agar bumbu-bumbunya lebih meresap, saya sengaja memakai tungku berbahan bakar arang," ujar Riati. Untuk menggoreng, Riati menggunakan kompor gas. Sebelum dihidangkan, potongan daging empal ini pun ditimbang.
Dalam setiap porsinya, pembeli akan menikmati setengah ons daging. Selebihnya, Riati mengaku tidak ada keistimewaan apa-apa pada sop yang dia hidangkan. Tampilan masakan ini pun terlihat begitu "minimalis".
Jika sop biasanya memakai sayuran wortel, kentang, kubis, atau bahkan ditambah dengan makaroni, hidangan dari warung Ny Haryoko ini hanya memakai kubis dan sedikit bihun. Soal ini, ibu dua anak ini tidak berniat menambah variasi. "Sejak awal berdiri, sajian sop empal ini memang sudah begini adanya. Saya tidak ingin mengubahnya karena takut nanti ciri khasnya akan hilang," ujarnya.
Tiga generasi
Ciri khas sop empal ini, menurut Ny Haryoko, sudah menjadi warisan dari dua generasi pendahulunya. Awalnya, warung ini dibuka oleh nenek Ny Haryoko yang dikenal dengan nama Mbah Karto dan kemudian dilanjutkan oleh ibunya, Ny Ngalim.
Sebagai warisan, dia pun tetap menjalankan usaha sama seperti yang diajarkan ibunya. Mulai dari cara memasak hingga menghidangkan, diakui olehnya, tidak ada yang berbeda.
Kendatipun demikian, Ny Haryoko mengatakan tidak tahu apa-apa perihal asal-usul masakan. "Kalau ada orang, misalnya, bertanya kenapa sop hanya memakai kubis dan bihun, saya sendiri tidak tahu dan tidak pernah menanyakan," papar Riati. Pada masa sekarang, wanita asli Muntilan ini pun mengaku tetap ingin mewariskan usaha ini kepada anak-anaknya. Kepada mereka, resep warisan ini pun sudah diberitahukan. Dalam beberapa kesempatan, putri sulungnya pun sengaja disuruh untuk membantu menjaga warung.
Lidah dan paru
Nikmatnya rasa sop empal ini biasanya mengundang ramai pengunjung pada jam makan siang. Selain daging, para tamu juga dapat menikmati hangatnya sop dengan paduan lidah atau paru sapi.
Saat masih ditangani oleh nenek dan ibunya, demikian Ny Haryoko, warung ini sempat pula menyajikan aneka jeroan sapi, seperti limpa dan usus. Namun, bersamaan dengan berlalunya waktu, perlahan-lahan permintaan konsumen pun mulai berkurang. Sebagian pengunjung yang sudah berusia di atas 40 tahun mulai menolak mengonsumsi jeroan dengan alasan kesehatan karena kadar kolesterol yang demikian tinggi dalam isi perut itu.
"Dengan pertimbangan itulah jeroan mulai saya singkirkan. Pada intinya, saya ingin agar semua hidangan yang ada di sini dapat dinikmati semua usia tanpa rasa waswas berlebihan," terangnya. Maka, setidaknya tercapailah apa yang diinginkan Ny Haryoko.
Sumber : Cafe Pojok
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar